Rabu, 27 Juli 2016

Sekarang apa?

Seperti detik yang terus berdetak,
Waktupun terus berjalan tanpa jeda
Keterbiasaanku mulai menghangat dengan kehadiran ‘tanpa’
Lalu entah, kau datang dan mengijinkanku mencuri waktumu
Seperti detik dan menit menit tak terhitung yang pernah ku curi dulu

Padahal sebelumnya, upayamu menghindari pertemuan kurasa hebat
Menunda, dan membuatku menulis jadwal penantian lain
Dan sekarang kau harus tau, bahwa waktu bisa memudarkan, memudarkan penantianku yang kutau tak berujung
Ah, aku tidak sedang menantimu bukan?

Mungkin saat ini, kau merindukan jeda
Dan kau tau didalam jedamu sudah tak lagi ada aku, kau pasti tau
Lalu, kau membiarkanku untuk mencuri waktumu
Menyediakan jeda itu lagi, jeda yang biasanya kurasa mahal

Aku tidak tau dimana waktu itu akan memudarkan semuanya
Barangkali, kelak aku tak punya waktu mencuri waktumu
Atau mungkin, aku sudah tidak mau jadi pencuri
Karena waktuku hilang dicuri,
Keterbiasaan akan menghangatimu nanti, juga
Ketika rindu memburumu mencuri waktu waktu yang hilang dariku

Barangkali, aku mengijinkanmu,


*lalu memutar ;agu #oh wonder-without you

Kamis, 16 Juni 2016

INTERMEZZO MASA DEPAN




jika sampai hari dimana aku harus berhadapan dengan dia yang dapat menggenggam hati kedua orang tuaku.


akan kutanyakan apa yang akan dia lakukan jika gerimis jatuh , lalu menjadi lebat , dan membuat atap rumah kami bocor.


akan kutanyakan apa yang akan dia lakukan jika menemukan harinya yang mendung,penuh tekanan dan rumit.


akan kutanyakan apa yang dia lakukan jika aku merajuk, tak pernah berhenti cemas akan masa depan kami.


jika saja aku mendapati ia menjawab.



saat gerimis jatuh ia akan mengajakku keluar rumah , lalu menari diantara hujan yang dingin , setelah itu bahu membahu membetulkan atap bersama.


saat harinya mendung ia akan memakan masakanku, tak peduli bagaimana bodohnya aku dalam membedakan antara garam dan gula . masakanku adalah yang ia nantikan sepanjang harinya yang kelabu.


saat aku merajuk akan dia tinggalkan sepucuk surat , berisikan gambar senyum jahil , karena ia tau kata bukan yang aku inginkan , dan sebuket aster , karena ia tau aku tak terlalu berharap mawar.







jika saja aku mendapati menjawabnya


mungkin saja akan kubiarkan hati ini digenggamnya.



-teruntuk kekasihku,

SATU MALAM HUJAN DAN NOVEMBER.


Kali ini sudah malam.
Rumput di taman masih basah, setelah terguyur hujan yang sedang genit beberapa minggu ini.
Mungkin ia sudah sangat rindu pada tanah.
Rindu pada angin kencang yang senantiasa membawanya berkelana membasahi penjuru kota.
Rindu pada nyanyian sang katak yang selalu terdengar merdu setelah ia berkunjung.
Rindu pada manusia-manusia penggerutu yang kesal bajunya basah oleh pelukannya.
Padahal ia mungkin hanya rindu.
Banyak elegi yang tercipta dibalik kerinduannya.
Semua perasaan sentimental yang datang dari hawa kehadirannya pun sama.
Selamat datang, musim gerimis.
Teh hangatku sudah mulai mendingin.
Gerimismu dan buaian bayu lembutmu sudah kunanti.
Bantu aku melihat sisi lembut kota tercintaku ini.

 —dari yang rindu padamu, dan aku bukan penggerutu

Selasa, 17 Mei 2016

Asing

Ada kalanya sesuatu tidak terletak pada tempatnya,
barangkali itu asing.
Aku sedang lelah membicarakan hati, muaranya saja samar
Aku sedang tidak ingin bertikai dengan cerita yang berputar putar mengulang, bosan terkadang datang tanpa ditunggui
Aku sedang berusaha mencintai ketidakpastian, tapi bagaimana mungkin, sedangkan mencium aromanya saja aku alergi

Ada kalanya kita tidak merasa nyaman, itu pasti asing.


Barangkali berada ditempat yang segalanya baru itu butuh waktu
Barangkali memulai segalanya yang baru itu butuh diajari dulu
Barangkali segalanya yang baru itu disesuaikan pelan-pelan


Aku hanya merasa tidak pas ada di ruangku saat ini
Lapang, tapi tak seorangpun ku ijinkan masuk
Sejuk, tapi aku ingin menikmati sejuknya sendirian
Tanpa warna, namun aku mulai mencintai abu-abu


Padahal dulu ruangku sempit, tapi sanggup ku bagi
Sesak, tapi celah udaranya menghidupkan
Warna warni, dan aku menyukainya
Namun inilah hidup, waktu berjalan, bumi berputar
Daun berguguran, benteng runtuh, manusia- manusia berubah


Kini, aku adalah asing dari diriku sendiri
Bukan untuk menjadi seperti orang lain
Tapi terkadang untuk jadi pemberani, kita harus merasa terasingkan bukan?
Barangkali nyaman, membuat seseorang begitu manja



Aku tetaplah aku,
Bila aku terasa asing untukmu,
Maka ingatlah ini, Aku tetaplah aku, untukmu.

Minggu, 07 Februari 2016

Titik Temu

Aku menyayangimu,

Selayaknya kamu, menyayangiku

Akan ku buat sama

Agar tidak terberati salah satunya



Semua hal sudah dimengerti

Mungkin hanya impian impian kecil ini yang masih tertinggal

Ada dongeng dongengku yang bisa kau visualkan

Ada senandungku yang belum genap nada nadanya



Impian kecil, langkah yang sedang kita jalani sendiri sendiri

Suatu hari, kita pasti akan bertemu di titik itu.

Titik dimana aku dan kamu berada di hari penuh senyuman menyejukkan, aku dan kamu

Dimana kita bisa melepas lelah sejenak setelah berjalan cukup jauh meninggi

Sejengkal dari bulan, selangkah dari bintang



Aku percaya titik itu ada, hari itu akan datang.

Aku percaya, aku meyakini, aku mengusahakan, aku mendoakan

Dan kamu, tentu saja :)

Senin, 01 Februari 2016

Surat Cinta-ku

Tulisan ini adalah perantara antara aku,kau dan Tuhan
Bahwa ku sampaikan ribuan maaf
Karena kau adalah satu dari ribuan dosa yang telah ku buat
Dan kau adalah kambing hitam,dan aku bukanlah gembala
Hingga kau tersesat,lalu jatuh pada gembala lain
Aku bukanlah orang-orang dengan mawar dan jaguar
Aku hanyalah seorang bajingan


Namun kau seperti hari-hari pada musim semi
Selalu membawa kehangatan disetiap hembusan anginnya
Menuntun nurani melalui getirnya malam
Melewati buih-buih embun pada halimun pagi


Kasih,tak ada lagi yang bisa kuberikan
Tak lebih dari sekedar ini
Dan janganlah kau tersesat dari kawanan
Hingga kau jatuh pada gembala lainnya “lagi”
Dan semoga kau suka buah anggur di musim hujan
Maka kita akan bertemu lagi untuk kesekian kalinya,kasih.





-Cinta Buah anggur,29-01-2016

Kamis, 03 Desember 2015

Memilih Diam

Sejenak, aku berfikir itu kau. Yang ku doakan diam-diam, yang kutanya-tanyakan bagaimanamu setiap hari. Terkadang aku benci satu hal dariku. Tentang diriku yang sering menduga-duga, bertanya-tanya, berprasangka-prasangka. Kali ini, barangkali dugaanku benar. Bahwa yang biru itu bukan awan, tetapi langit. Yang biru itu bukan gunung, tetapi fatamorgananya. 

Lalu, jika aku mengungkapnya seperti katamu apa tidak apa-apa? Aku hanya tidak yakin akan baik-baik saja. Diamku ini yang terbaik kan?

Setelahnya, biarlah rasa-rasa itu terbang ke udara bersama riuhnya mereka. Kurasa itu lebih baik,  daripada berusaha untuk berada didalam keramaian itu. Biarlah mereka saja riuh, Aku disini, memilih diam.