Minggu, 28 September 2014

My First is You

Pertamaku, adalah kamu
Aku tidak menyangka akan begini jadinya


Dan kamu dengan caramu, membuatku perlahan membuka
Jendela jendela hati yang rapuh dan sudah lapuk mungkin
Aku, susah jatuh cinta. Iya, aku akui.
Termasuk kamu, seseorang yang tak pernah kusangka untuk ku jatuh cintai

Aku dengan duniaku. Kamu dengan duniamu.
Duniaku hitam putih. Duniamu warna warni.
Lalu, kamu mengajakku untuk menyinggahi dunia penuh warna itu,
Mengajariku jatuh cinta, mengajariku cara mencintai, mengajariku berani untuk mengungkapkan cinta.
Katamu, "Meskipun dalam diam pun kita tau saling mencinta, tapi ucapkanlah, ungkapkanlah, agar tak ada keragu raguan"
Dan selalunya, kamu mengajariku berkata cinta :)

Hingga aku jadi begini, menjadi begitu ulung mencintaimu
Pelan pelan kamu menjadikanku, seseorang yang terlihat mempesona, ya, mungkin untukmu saja.
Sekarang, akupun lebih bisa menghargai diriku sendiri, karena kamu selalu mengingatkanku
Bahwa aku punya senyum, yang selalu kamu rindukan


Entahlah,
Soal pujian, kamu juaranya. Mungkin kamu hanya membohongiku. Mungkin.
Tapi bagaimana? Kamu selalu berhasil membuatku percaya. Mempercayai semua yang kamu ucapkan.
Bahkan, teori yang sering kau bantah itu, aku juga percaya, percaya dengan ideologi yang kamu cipta sendiri.
Mungkin, jika kamu berkata bulan itu kotak, aku juga akan percaya.
Iya, aku, percaya kamu 

Mungkin dari cerita ceritaku yang sebelumnya
Ini tak bisa dibandingkan dengan apapun, hampir sempurna bahkan
Bukannya aku terlalu tergesah untuk menyimpulkan
Tapi sempurnaku, sederhana :')
Aku bahagia dan merasa damai

Bukannya aku tak mengejar apapun didunia
Dan bukannya memang semua orang mengejar bahagia, lalu kedamaian sampai akhir?

Kamu, pertamaku.
Semua yang kamu lakukan, tentu saja menjadi serba pertama
:)




"Memang, bukan aku yang pertama, karena yang pertama adalah kamu"

Hari ini si perindu ulung


“Sudah merindukanku?”
“Aku rindu..”


Seperti tau kapan saatnya tepat datang, kamupun iya.
Aku yang lebih senang mendengarmu yang tak berjanji, nampaknya, dialog kita lama sekali tertundanya
Lamanya itu, apa bisa terangkumkan semua dialognya?


“Berapa waktu yang kau punya untukku?”
“Apa? Kamu terlihat seperti anak kecil yang ingin membeli waktu ayahnya agar bisa bermain.”
“Aku, serius.”


Nampaknya aku masih begitu kecil dimatamu,
Aku sedang bertumbuh, mendewasa,
Tak menjadi gadis yang hanya bisa merengek minta kau temani
Dan aku serius tentang ini,

Kau tau, aku merindukan celah waktu, meski sedetik
Dan aku tau, akan ada yang terasa hilang nantinya,
Tatapan, dan mungkin beberapa dialog yang kau sembunyikan dariku

Menemuimu, sama halnya dengan memperpendek draft bagian cerita yang tertunda
Menemuikulah ketika hanya kau merasa rindu,
Karena disaat itu, aku akan merasa tidak sendiri
Setidaknya kita sama sama perindu
Bedanya mungkin aku, perindu ulung
Meski telah berusaha mengunci pintu, namun bagaimana bila rasa itu tak terbendung?

Disini, tidak ada penawar racun
Apalagi untuk seorang yang ulung merindu seperti ini,
Semoga melihatmu sebentar bisa menjadi penawarnya sedikit
Dan entah pertemuan mana yang akan kita temui,
Dan dipertemuan mana kita bisa bercanda tanpa canggung yang kemudian rutin menyapa,

“Kapan kita ketemu?”