Kamis, 16 Juni 2016

INTERMEZZO MASA DEPAN




jika sampai hari dimana aku harus berhadapan dengan dia yang dapat menggenggam hati kedua orang tuaku.


akan kutanyakan apa yang akan dia lakukan jika gerimis jatuh , lalu menjadi lebat , dan membuat atap rumah kami bocor.


akan kutanyakan apa yang akan dia lakukan jika menemukan harinya yang mendung,penuh tekanan dan rumit.


akan kutanyakan apa yang dia lakukan jika aku merajuk, tak pernah berhenti cemas akan masa depan kami.


jika saja aku mendapati ia menjawab.



saat gerimis jatuh ia akan mengajakku keluar rumah , lalu menari diantara hujan yang dingin , setelah itu bahu membahu membetulkan atap bersama.


saat harinya mendung ia akan memakan masakanku, tak peduli bagaimana bodohnya aku dalam membedakan antara garam dan gula . masakanku adalah yang ia nantikan sepanjang harinya yang kelabu.


saat aku merajuk akan dia tinggalkan sepucuk surat , berisikan gambar senyum jahil , karena ia tau kata bukan yang aku inginkan , dan sebuket aster , karena ia tau aku tak terlalu berharap mawar.







jika saja aku mendapati menjawabnya


mungkin saja akan kubiarkan hati ini digenggamnya.



-teruntuk kekasihku,

SATU MALAM HUJAN DAN NOVEMBER.


Kali ini sudah malam.
Rumput di taman masih basah, setelah terguyur hujan yang sedang genit beberapa minggu ini.
Mungkin ia sudah sangat rindu pada tanah.
Rindu pada angin kencang yang senantiasa membawanya berkelana membasahi penjuru kota.
Rindu pada nyanyian sang katak yang selalu terdengar merdu setelah ia berkunjung.
Rindu pada manusia-manusia penggerutu yang kesal bajunya basah oleh pelukannya.
Padahal ia mungkin hanya rindu.
Banyak elegi yang tercipta dibalik kerinduannya.
Semua perasaan sentimental yang datang dari hawa kehadirannya pun sama.
Selamat datang, musim gerimis.
Teh hangatku sudah mulai mendingin.
Gerimismu dan buaian bayu lembutmu sudah kunanti.
Bantu aku melihat sisi lembut kota tercintaku ini.

 —dari yang rindu padamu, dan aku bukan penggerutu